Kota ini memiliki seribu wajah,
itu hitungan sederhananya
Tetapi lebih dari itu
Kota ini memiliki seribu masalah,
di permukaannya, lain lagi di bawah telapak kaki
yang membungkam retakan
Bangku-bangku di atas trotoar
memangku sejumput impian, yang terlelap,
tanpa sebuah keharusan menjadi apa pun
Rahasia apa lagi yang ada di batas setiap jendela?
Seakan kota ini tak ada habisnya,
setiap kata terjerumus ke roda-roda pikiran yang canggung,
tak terucap, tak berbantah
Tak perlu ada lagi kesan yang lain,
di sini,
yang hilang, muncul kembali
di Jembatan Hitam;
yang luput, mawas kembali
di Pesanggrahan;
yang lama, baru kembali
di Kuningan
Pergulatan
waktu
vis-a-vis
ruang
vis-a-vis
relasi sosial
memproduksi kemasan-kemasan yang
membungkus pertanyaan-pertanyaan
abysmal ke dalam imaji-imaji superfisial
“Isme-isme” membubarkan peta-peta analisis,
menjadi perayaan-perayaan statis di sepertiga
malam bagi lidah dengan kerah-kerah bernoda
Hasrat bersetubuh, dipertontonkan
oleh wujud-wujud yang termediasi
dalam proses dekomposisi (historis)
Yang bertahan
untuk hidup… dan cinta,
apalah artinya
kalau bukan sekadar lamunan di
kesunyian malam?
Kota ini memendam…
kebencian, kebingungan, kekalahan
ketakutan, ketidakteraturan, kesintasan
Pertanyaan-pertanyaan tanpa batas
dan rindu-rindu tanpa batas
-AA
Comments